VIRUZ

Eheeemmm

Andragogi; Pendidikan Orang Dewasa



1336012178313358497
Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
Dalam kesempatan obrolan dengan orang yang lebih tua, sering kita jumpai kalimat, “Halah, saya ini sudah tua, sudah nggak paham kalau disuruh belajar”. Sehingga, banyak yang mengira bahwa orang dewasa sudah tidak potensial lagi untuk belajar, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Orang dewasa masih berpotensi, tergantung pada metode yang diterapkan dalam belajar dan mengajar si orang dewasa tersebut.
Dalam kesempatan lain, mungkin pernah juga kita jumpai kalimat, “Halah, kamu ini masih kecil, tahu apa? Saya lebih paham”. Orang dewasa umumnya telah memiliki kematangan konsep dan berpengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah). Secara psikologis, memiliki kecenderungan ingin dipandang, dihargai dan diperlakukan sebagai pribadi yang independen telah mampu melaksanakan konsepnya itu. Orang dewasa merasa telah memiliki jatidiri dan telah menjadi “dirinya”. Karenanya, akan sulit bagi kita untuk merobohkan konsepnya yang telah tertanam bertahun-tahun, bila tidak disertai bukti dan cara pemberian pemahaman yang tepat atas konsepnya itu.
Dua paragraf di atas adalah contoh, sebagai dasar munculnya konsep mendidik orang dewasa yang dikenal dengan Andragogi, yaitu proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Semula cara mendidik orang dewasa disamakan dengan cara mendidik anak-anak di bangku pendidikan formal (pedagogi). Akan tetapi, terdapat perbedaan penting antara orang dewasa dan anak-anak, sehingga andragodi terpisah menjadi ilmu sendiri. Istilah andragogi ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, di tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles [wikipedia.com].
Dalam andragogi, mendidik bukan berarti menggurui, bukan mengisi mereka dengan pengetahuan tapi sebagai bentuk kerjasama saling meningkatkan pengetahuan, dan menempatkan orang dewasa sebagai subjek bukan objek. Andragogi mempelajari sifat fisik, psikis dan karakter orang dewasa.
Secara filosofis, Konfusius mengemukakan tiga hal penting terkait dengan fisik dan psikis manusia, antara lain : “saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya mengerti”. Artinya, mejadikan orang dewasa terlibat langsung secara fisik dan emosional akan memudahkan tersampaikannya pesan yang kita maksud.
Meskipun variatif dan cara mengekspresikan emosinya berbeda-beda, kelemahan orang dewasa adalah mudah tersinggung. Sangat penting untuk menjadikan orang dewasa jangan tersinggung dengan menghindari perilaku merendahkan, mengecewakan dan mempermalukan. Orang dewasa justru akan senang bila dimotivasi dan dibuat senang. Sikap menghargai ini, akan memudahkan masuknya pesan yang ingin disampaikan.
Orang dewasa tidak menyukai hal-hal teoritis dan cenderung menyukai sesuatu yang praktis sesuai peran sosialnya (pekerjaan, tanggung jawab, kebutuhan). Andragogi biasanya dimanfaatkan oleh profesi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti penyuluh, fasilitator, motivator, politikus dan profesi lain.
Barangkali secara personal kita pernah gagal mempengaruhi orang dewasa atau yang lebih dewasa dari usia kita, agar orang tersebut mau melakukan sesuatu. Kemungkinan jawabannya adalah kita belum memahami kondisi fisik, psikis dan karakter orang dewasa. Setelah memahami orang dewasa, penting juga bagi kita untuk belajar berinteraksi sesuai yang dikemukakan oleh James Borg dalam kutipan bukunya yang berjudul Buku Pintar Memahami Bahasa Tubuh, bahwa “bukan tentang apa yang anda katakan, tetapi bagaimana cara mengatakannya”.

http://edukasi.kompasiana.com




BAB VIII
KESATUAN HIDUP LOKAL TRADISIONAL


1.     Pembatasan Konsep
Kesatuan hidup setempat atau sering kita sebut komunitas adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam wilayah sang sama. Berbeda dengan system kekerabatan yang terikat oleh ikatan kekerabatan, komunitas ini lebih didasarkan pada ikatan wilayah tempat tinggal. Wilayah merupakan syarat mutlak bagi kesatuan hidup setempat atau komunitas tapi juga terpengaruh unsure lain yang mengikutinya. Sekelompok orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah tertentu akan tetapi tidak merasa bangga dan cinta kepada wilayahnya maka belum bisa dikatakan suatu komunitas.
Setiap komunitas mempunyai rasa kesatuan tinggi dan merasa bahwa komunitasnya memiliki cirri khas kebudayaan yang membedakannya dengan komunitas lain tetapi karena sifat seperti itulah yang kadang-kadang menimbulkan rasa merendahkan komunitas lain. Sifat-sifat dari komunitas ini merupakan sifat dasar dari rasa patriotisme dan nasionalisme. Suatu Negara juga merupakan suatu komunitas, apabila masyarakatnya cinta dan bangga akan tanah airnya.
Bentuk dari komunitas ada bermacam-macam diantaranya yaitu ada komunitas besar seperti Negara dan kota dan juga ada komunitas kecil seperti desa band, RT dan lainnya. Berikutnya akan dibahas lebih lanjut tentang komunitas kecil.
Komunitas Kecil selain memiliki sifat umum suatu komunitas juga memiliki sifat-sifat tambahan, yaitu:
a.       para warganya masih salinh mengenal dan bergaul secara intensif
b.      setiap bagian dan kelompok khusus yang ada didalamnya tidak terlalu berbeda antara satu dengan lainnya
c.       para warganya menghayati berbagai lapangan kehidupan merekadengan baik.
Komunitas kecil pada zaman pra sejarah adalah kelompok-kelompok pemburu yang berpindah-pindah akan tetapi seiring dengan zaman kelompok pemburu tersebut beralih ke bercocok tanam dan menetap mendirikan desa-desa. Kelompok-kelompok yang agak besar akan menjadi kota. Komunitas kecil sekarang ini pada umumnya ada didaerah pedesaan. Bagi bangsa-bangsa yang sebagian besar penduduknya berada dipedesaan, pengetahuan tentang komunitas kecil sangatlah penting.
2.     Bentuk-Bentuk Komunitas Kecil
Bentuk-bentuk komunitas kecil yang akan diuraikan disini yaitu kelompok berburu (band) dan desa. Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai band. Kelompok berburu atau band biasanya terdiri dari 80-100 jiwa, mereka berpindah-pindah dari tempat untuk memburu hewan dan meramu tumbuh-tumbuhan. Pada malam hari mereka membuat tenda dengan bahan-bahan yang ada disekitar mereka. Kelompok berburu melakukan aktifitas mereka dalam batas wilayah tertentu yang wilayah tersebut sudah sangat dimengerti oleh mereka. Wilayah perburuan akan dipertahankan oleh mereka dari serangan-serangan kelompok lain. Begitu juga ketika dalam wilayah suatu kelompok berburu sudah tidak memenuhi kebutuhannya seperti hewan buruan sudah tidak ada maka mereka akan berpindah dan mencari wilayah baru. Kelompok berburu dalam berpindah-pindah tempat dapat mencapai jarak yang sangat jauh.
Kelompok berburu dalam musim berburu akan berpencar menjadi kelompok-kelompok kecil. Pada saat itu desa induk akan sepi dan ramai kembali ketika musim berburu selesai. Desa induk kelompok berburu terdapat rumah yang lebih permanen dan desa induk merupakan tempat berpesta dan upacara keagamaan. Suku-suku bangsa pemburu pada abad 20 ini tidak banyak dijumpai lagi.
Selain kelompok pemburu, yang hampir mirip pola kehidupanya yaitu kelompok peternak. Kelompok peternak menggembalakan hewan ternaknya berpindah-pindah kepadang rumput satu ke padang rumput lainnya. Seperti halnya kelompok pemburu, kelompok peternak juga selalu mempertahankan wilayahnya dari serangan kelompok lain dan mempunyai desa induk yang dijadikan tempat berpesta serta upacara keagamaan.
Desa. Desa adalah suatu wilayah yang dihuni secara tetap oleh komunitas kecil. Penghuni desa biasanya bermata pencaharian sebagai peladang atau bercocoktanam dan menangkap ikan. Ada beberapa tipe desa menuruk pola perkampungannya.
Desa yang dihuni oleh suku peladang biasanya tidak dihuni sepanjang masa karena para peladang akan pindah mengikuti pindahnya ladangnya. Apalagi bila jarak ladang dengan desanya semakin jauh. Di Zamboangna Filiphina selatan, tedapat suku Subanun yang hidup dengan pola perkampungan yang terpencar karena keluarga inti akan membangun rumahnya ditengah ladang mereka sehingga apabila ladangnya berpindah maka rumahnya juga akan ikut berpindah.
Desa-desa di Indonesia sendiri lebih cenderung menetap, makin besar desanya makin tetaplah sifatnya. Peladang yang ladangnya jauh dari desa biasanya membangun gubuk sementara ditengah ladangnya seperti yang terjadi pada desa suku Ibnan di Kalimantan Barat. Namun seringkali gubuk sementara tersebut menjadi awal terbentuknya desa baru. Proses seperti itu terjadi pula di desa-desa peladang di dunia.. Pola hidup yang bilamana desanya dihuni hanya selama masa panen dan ditinggalkan pada musim bercocoktanam juga terjadi dibeberapa desa didunia misaknya di desa-desa suku Toraja Sulawesi Tengah dan bangsa Indian Tarahumara di Meksiko Barat.
Sebagian besar desa di Indonesia kelompok perkampungan tetap yang dihuni selama setahun penuh karena ladang pertaniannya juga tetap. Desa merupakan pusat kehidupan bagi para petani. Desa biasanya dibangun tidak jauh dari jalan alam atau jalan buatan manusia. Jalan alam yang terbaik adalah sungai maka kebanyakan desa yang dibangun itu dekat dengan sungai, danau, lembah dan sebagainya.

3.     SOLIDARITAS DALAM MASYARAKAT KECIL
Prinsip timbale balik sebagai penggerak masyarakat. Dalam masyarakat kecil diseluruh dunia terdapat hubungan timbale balik yang saling menguntungkan berupa tolong menolong. Tolong menolong dilakukan warga desa atas dasar saling membutuhkan. Seorang warga akan menolong warga lainnya karena sebelumnya warga yang ditolong pernah menolongnya pada masa lalu. Warga desa akan mengingat betul pertolongan yang diberikan kepadanya sehingga nantinya pada masa yang akan datang iayang ditolong akan bergantian menolong warga yang pernah menolongnya sesuai dengan jenis pertolongannya. Tanpa bantuan sesama warga masyarakat kecil tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam masyarakat kecil ada juga pertolongan tang sifatnya sukarela.
Gotong Royong Tolong-Menolong. System tolong menolong juga disebut dengan gotong royong. Ada beberapa tingkatan dalam tolong menolong yaitu:
1)      tolong menolong dalam kegiatan pertanian,
2)       tolong menolong dalam kegiatan sekitar rumah tangga,
3)       tolong menolong dalam mempersiapkan pesta dan upacara, dan
4)      tolong menolong sewaktu terjadi musibah.
Gotong Royong Kerja Bakti. Kerja bakti atau darma bakti merupakan kegiatan yang dilakukan bersama oleh warga komunitas dalam hal memperbaiki proyek tertentu yang dianggap bermanfaat bagi kepentingan umum. Jenis gotong royong ada dua yaitu bekerja sama dalam proyek yang diprakarsai oleh warga komunitas sendiri dan bekerja sama dalam proyek yang diprakarsai oleh pemerintah desa.
Jiwa Gotong Royong. Kegiatan tolong menolong dan kerja bakti yang terjadi di masyarakat kecil atau komunitas tidak membeda-bedakan tenaga ahli sehingga mampu tercipta kerjasama yang baik dan menumbuhkan jiwa gotong royong. Jadi gejala tolong menolong dan kerja bakti terjadi disemua desa yang ada di dunia. Kegiatan tolong menolong dan kerja bakti untuk memenuhi kebutuhan tidak tepat di terapkan pada masyarakat kota karena dikota berbagai kebutuhan sudah dapat terpenuhi oleh lembaga, pranata, dan organisasi yang ada sudah ada pembagian kerja secara spesifik. Hilangnya kegiatan tolong menolong dan kerja bakti tidak akan menghilangkan jiwa gotong royong karena setiap manusia pasti memiliki orang-orang terdekat yang merupakan kelompok primernya dan mau bersedia tolong menolong.
Jiwa gotong royong timbul akibat adanya pengertian akan kebutuhan sesama warga masyarakat. Kebutuhan umum dinilai lebih tinggi dari kebutuhan pribadi. Namun dalam masyarakat berjiwa individualis, kebutuhan pribadilah yang sangat penting. Margaret mead pernah menganalisa bahan yang dikumpulkan dari 13 masyarakat dari berbagai benua, untuk mengetahui sejauh mana jiwa gotong royong, jiwa individualis, dan jiwa bersaing. Hasilnya ternyata 6 masyarakat menilai tinggi jiwa gotong royong, 3 masyarakat menilai tinggi jiwa bersaing dan 4 masyarakat menilai tinggi jiwa individualism. Lokasi, mata pencaharian, system masyarakat tidak mempengaruhi hasil temuan tersebut.Dengan demikian tolong menolong dan gotong royong sertta kerja bakti merupakan cirri kelompok primer dan watak atau kepribadian yang dimiliki banyak bangsa di dunia termasuk Indonesia.
Masyarakat dan Jiwa Musyawarah. Musyawarah adalah unsure sosial yang ada dalam banyak masyarakat pedesaan diseluruh dunia. Keputusan dalam musyawarah merupakan keputusan yang dicapai atas dasar kesepakatan bersama tanpa memandang mayoritas dan minoritas. Musyawarah bisa dibedakan menjadi dua hal yaitu musyawarah sebagai cara menyelenggarakan rapat dan musyawarah sebagai semangat yang menjiwai seluruh kebudayaan dan masyarakat.
Sebagai cara menyelenggarakan rapat musyawarah harus memiliki kekuatan dari tokoh-tokoh yang mampu mencocokkan dan mengintegrasikan pendapat-pendapat yang ada. Jiwa musyawarah merupakan cerminan jiwa gotong royong yang diterapkan dalam kehidupan sosial. Setiap masyarakat harus mau melepaskan sebagian pendapatnya demi tercapainya kesepakatan atau keputusan bersama.
4.      SISTEM PELAPISAN SOSIAL
Pembedaan kedudukan dan status dalam masyarakat disebut pelapisan sosial. Pelapisan akan terjadi dalam masyarakat yang sederhana maupun kompleks. System pelapisan masyarakat tidak sama disetiap daaerahnya karena setiap masyarakat mempunyai penilaian yang berbeda mengenani berbagai jabatan dan kedudukan yang ada dimasyarakat. Biasanya masyarakat menentukan tinggi rendahnya kedudukan seseorang berdasarkan kekuasaannya, kekayaannya, kepandaiannya, ketrampilannya, pengetahuannya, ataupun kombinasi dari hal-hal tersebut.
Semua masyarakat biasanya cenderung bergaul dengan yang kedudukannya setara atau sama debgab dirinya. Akibatnya gaya hidup masing-masing lapisan dalam masyarakatpun akan berbeda. Lapisan-lapisan sosial yang sangat tampak perbedaannya kemudian disebut dengan lapisan-lapisan sosial tak resmi atau social classes. Dalam masyarakat yang tidak jelas seperti lapisan-lapisan sosial tak resmi diatas mengakibatkan warga masyarakatnya cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan lapisan yang lebih tinggi walupun sebenarnya mereke tidak termasuk didalamnya.
System pelapisan yang sudah jelas terdapat pada masyarakat yang menggunakan sanksi hukum adat atau hukum yang mengatur hak dan kewajiban masyarakat sebagai pembatas antar lapisan dimasyarakat. Sebagai contoh pelapisan sosial dalam masyarakat Atoni di Amarsi Timor Barat yang terdiri dari ate atau budak, tog atau orang biasa, usif atau bangsawan. Dalam sosiologi, lapisan sosial yang jelas dan telah ditegaskan dalam suatu system hak dan kewajiban bagi para warganya, disebut estate atau lapisan sosial resmi.
Istilah. Dalam karangan antropologi sering digunakan istilah social stratum, social class atau estate. Social class seringkali dapat bermakna bias, namun dalam bahasa Indonesia kesalah pahaman dapat dihindari dengan menggunakan istilah lapisan sosial tak resmi dan lapisan sosial resmi untuk estate.
Sebab-Sebab Terjadinya Susuna Berlapis. Sebab–sebab terjadinya pelapisan sosial adalah:
a)      kualitas serta keahlian,
b)       senioritas,
c)       keaslian,
d)     hubungan kekerabatan dengan kepala masyarakat
e)      pengaruh dan kekuasaan
f)       pangkat
g)      kekayaan
Unsur-unsur penyebab susunan berlapis dalam masyarakat berbeda dalam setiap masyarakat. Kelompok band, keahlian lebih diutamakan sebagai faktor penentu golongan seorang anggota. Sorang yang mempunyai keahlian yang lebih dalam hal berburu akan diberlakukan istimewa seperti memakai pakaian yang khas.
Dalam banyak masyarakat kepandaian ilmu pengetahuan menjadi syarat untuk memperoleh kedudukan tinggi. Dalam masyarakat seperti ini kaum pendeta dan pemuka agama biasanya tergolong lapisan sosial yang tinngi karena seorang pendeta dan pemuka agama biasanya orang yang pandai.
Senioritas juga dapat menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Misalnya dalam masyarakat suku bangsa Nandi di Kenya Barat yang seorang pria melakukan upacara inisiasi pada saat menapak umur-umur tertentu. Setiap tingkatan umur memiliki gaya hidup dan adat kebiasaan sendiri.
Keaslian yang dijadikan dasar pelapisan sosial biasanya terjadi pada kelompok petani tetap. Siapa yang keturunan penduduk yang membuka lahan pertama kali, biasnya dianggap lebih tinngi kedudukanya dari pada pendatang yang bergabung kemudian.
Hubungan kekerabatan dengan kepala masyarakat mnyebabkan seorang menjadi warga dari lapisan yang tinggi. Hal seperti ini terjadi dalam masyarakat Negara kerajaan. Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi pula kedudukan dimasyarakat. Yang mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dengan raja biasanya disebut kaum bangsawan dan yang mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat jauh dengan raja biasa disebut dengan rakyat jelata. Kehidupan kaum bangsawan dan rakyat jelata jelas mempunyai perbedaan gaya hidupnya.
Kekuasaan biasanya merupakan salah satu penyebab terbentuknya suatu lapisan dalam masyarakat dengan system Negara. Sebagai contoh ketika zaman kolonialisme Belanda, seseorang yang dekat dengan Belanda yang pada waktu itu memegang kekuasaan akan menduduki lapisan yang tinggi dalam masyarakat. Dan orang yang dekat dengan Belanda akan dijadikan pegawai dipemerintahan. Pangkat yang diperoleh seseorang dalam lapisan kepegawaian, setelah Indonesia merdeka juga merupakan lapisan sosial yang bergengsi.
Kekayaan di Indonesia belum menjadi ukuran tinggi rendahnya lapisan sosial dalam masyarakat akan tetapi di Amerika untuk bisa masuk kelapisan sosial teratas harus mempunyai kekayaan walaupun Amerika sendiri tidak melarang siapapun yang ingin mencapai kedudukan tertinggi dalam masyarakat karena Amerika merupakan Negara demokrasi.
Sistem Kasta. Sistem kasta terbentuk apabila suatu sistem pelapisan sosial seakan-akan terbeku. Sistem kasta sebagai sistem pelapisan sosial dengan cirri-ciri sebagai berikut:
a) keanggotaanya berdasarkan kelahiran,
b) endogami kasta yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama,
c) larangan pergaulan dengan warga-warga kasta rendah yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama.
Sistem kasta bukan hanya terdapat di India, tapi di Amerika yaitu adanya pemisahan antara kulit hitam dan kulit putih. Di India sendiri sistem kasta sudah ada sejak dahulu yaitu yang disebut sistem varna. Sistem varna terdapat 4 lapisan yaitu Brahmana untuk pendeta, Ksatriya untuk bangsawan dan tentara, Vaicya untuk pedagang, Cudra untuk rakyat jelata. Pada zaman modern ini kasta yang menurut adat merupakan kasta yang tinggi dan terhormat belum tentu merupakan kasta yang berkuasa karena pengaruh dari partai kasta dalam kehidupan politik lebih penting dari pada kasta yang secara adat dianggap tinggi dan terhormat. Kasta yang berpebgaruh biasanya adalah kasta yang anggotanya terbesar jumlahnya.
Mobilitas kasta di India akhir-akhir ini menarik diteliti karena banyak orang tidak lagi bekerja di lapangan yang ditentukan oleh adat kasta mereka masing-masing. Walaupun di beberapa tempat di India mulai terjadi perubahan pada kekuatan kasta dalam memilih pekerjaan, pantangan kawin antar kasta, larangan menyentuh, dan pantangan-pantangan yang lainya sampai saat ini masih diberlakukan di banyak desa di India.
Sistem Pelapisan Sosial di Bali. Masyarakat Bali secara adat terbagi dalam 4 lapisan, yaitu Brahmana, Satria, Vesia, dan Sudra, ini merupakan pengaruh Hindu yang masuk di Bali. Ketiga lapisan pertama disebut triwangsa dan lapisan keempat disebut jaba. Sekarang ini triwangsa berjumlah sekitar 10% dan sisanya merupakan warga jaba. Setiap lapisan masyarakat mempunyai gelar masing-masing seperti ida bagus untuk orang Brahmana, bagus untuk orang Satria, I gusti untuk orang Vesia, dan Pulasari untuk orang Sudra.
Gelar-gelar dalam masyarakat Bali diwariskan secara patrilineal. Masyarakat Bali pun dapat hidup bersama dalam satu desa yang terdiri dari berbagai lapisan sosial. Akan tetapi ada adat sopan santun ketika berhadapan dengan golongan lapisan masyarakat tertentu seperti seseorang menghadapi seseorang yang lebih tinggi gelarnya harus sopan. Pakaian dan perhiasannya pun berbeda tiap lapisan masyarakat.
Seorang gadis Bali diharapkan menikah dengan pemuda yang memiliki gelar yang sama atau lebih tinggi. Perkawinan dengan pemuda yang lebih rendah derajatnya dianggap sebagai penghinaan bagi keluarga gadis, ini mengakibatkan banyaknya kawin lari di Bali.
5.     PIMPINAN MASYARAKAT
Unsur-Unsur Kepemimpinan. Pimpinan dalam masyarakat bias berupa kedudukan sosial ataupun proses sosial. Kedudukan sosial seorang pemimpin seperti raja, kepala desa, direktur dan sebagainya membawa hak dan kewajiban tertentu. Seorang pemimpin harus dapat menggerrakkan masyarakatnya serta menjaga keutuhan masyarakatnya. Seorang pemimpin adalah seorang yang sangat berpengaruh.
Seorang pemimpin harus memiliki 3 unsur penting yaitu kekuasaan, kewibawaan, dan popularitas. Kekuasaan menjadi penting karena dengan kekuasaan, masyarakat yang dipimpin akah patuh walaupun pemimipin itu tidak berwibawa. Kewibawaan juga penting karena dengan pemimpin memiliki kewibawaan akan disegani dan disengai masyarakat walaupun pemimpin itu tidak memiliki kekuasaan. Popularitas juga sangat penting karena dengan kepopulerannya seorang pemimpin dapat menggerakkan masyarakatnya dengan baik.
Pengaruh yang besar diperoleh dengan adanya sifat-sifat pemimpin
Read More …

Indra Akuntono | Inggried Dwi Wedhaswary
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO   Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerhati pendidikan Arief Rachman menekankan, pengentasan buta aksara jangan hanya berfokus pada hal-hal yang bersifat kuantitatif. Hal yang lebih penting, menurutnya, hal-hal yang sifatnya kualitatif.
"Evaluasi kualitatif itu umpamanya sikap seseorang. Itu kan harus dievaluasi. Sikap daerah terhadap membaca itu baik atau tidak. Itu yang selama ini tidak dihitung. Yang dihitung itu kuantitatif saja, berapa orang yang sudah bisa baca, dan sebagainya," kata Arief, Jumat (21/10/2011).
Saat ini, menurut data pemerintah, terdapat 8,3 juta atau 4,6 persen dari total jumlah penduduk masih belum menguasai baca dan tulis. Sebagian dari jumlah tersebut adalah mereka yang berada di usia lanjut, atau di atas 40 tahun.
Menurut Arief, ada tiga persoalan penting dalam pendidikan keaksaraan. Tiga persoalan itu adalah sikap, kebiasaan, dan dorongan-dorongan seseorang yang membuatnya merasa tetap bisa mendapatkan uang tanpa perlu bisa membaca. Arief mengatakan, filosofi kehidupan yang luhur bertabrakan dengan hal-hal yang sifatnya lebih kepada materi.
"Nilai-nilai ini dikalahkan karena orang menganggap kemampuan membaca tidak penting. Mereka berpikir, lebih baik tidak bisa membaca tetapi punya uang. Mereka tidak tahu bahwa dengan membaca maka kita bisa memegang nilai-nilai luhur dari bangsa dan kehidupan ini," paparnya.
"Awal dari peradaban adalah keaksaraan itu sendiri yang berjalan dari masyarakat yang belajar. Kemampuan baca tulis dan berhitung itu sifatnya berkelanjutan, sedangkan uang atau materi tidak," lanjut Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco ini.

http://regional.kompas.com 
Read More …