Peningkatan kualitas hidup, peran perempuan, kesejahteraan dan
perlindungan anak merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan
sumber daya manusia yang berkualitas. Perempuan sebagai sumberdaya
manusia masih membutuhkan upaya-upaya pemberdayaan. Lantas, ada apa dan
kenapa dengan perempuan?
Secara empiris peran dan kedudukan perempuan masih tertinggal dalam
semua bidang seperti bidang: ekonomi, pendidikan, politik dan
lainnya.Kondisi ini tampak jelas dalam Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index) (2004); Indonesia pada urutan 90, tertinggal di bawah Vietnam,
Philipina, China, Korea maupun negara Asean lainnya. Secara khusus
dalam aspek pendidikan, semakin tinggi jenjang pendidikan, jumlah
perempuan lebih sedikit dari pada laki-laki. Demikian juga, angka buta
huruf perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki. Fakta ini semakin
jelas menunjukan bahwa masalah pemberdayaan perempuan masih harus
mendapat perhatian. Permasalahan rendahnya pendidikan perempuan akan
mempengaruhi kualitas hidup yang berdampak bukan hanya bagi perempuan
itu sendiri namun dapat menyebabkan kemunduran sebuah keluarga.
Perempuan memiliki peran kodrati yang tidak dapat digantikan oleh
laki-laki dalam fungsi reproduksinya. Oleh sebab itu pembangunan
selayaknya memberikan akses yang adil dan memadai bagi perempuan dan
anak untuk lebih berperanserta, memanfaatkan hasil-hasil pembangunan,
serta turut mempunyai andil dalam proses pengendalian/kontrol
pembangunan. Disamping itu, pembangunan juga harus memegang prinsip
pemenuhan hak asasi manusia, yang salah satunya tercermin dalam
pencapaian kesetaraan dan keadilan gender serta hak-hak anak yang tidak
terabaikan.
Sehubungan dengan kegiatan pemberdayaan khususnya bidang pendidikan
bagi perempuan, menurut data dasar penduduk buta aksara (BPS) dari
tahun 2006 sampai dengan 2008, Kabupaten Bantul memiliki tingkat
penurunan buta aksara yang paling tinggi, yaitu dari 2,72% pada tahun
2006 menjadi 0,55% pada tahun 2008 dengan tingkat penurunan sebesar
79,59%. Namun demikian apabila ditinjau dari penurunan jumlah penduduk
buta aksara, Kabupaten Gunungkidul memiliki jumlah yang tertinggi yaitu
29.307 orang dengan tingkat penurunan dengan capaian sasaran sebesar
62,08% atau menjadi tinggal sebanyak 17.899 orang pada akhir tahun 2008
ini.
Dalam rangka penuntasan buta aksara di Indonesia dilakukan berbagai
upaya, salah satunya adalah penyelenggaraan keaksaraan fungsional
berbasis life skills. Melalui program ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran langsung baca-tulis-hitung (calistung)
fungsional terpadu dengan keterampilan kepada masyarakat sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam pembelajaran dengan metode ini,
warga belajar tidak hanya belajar mengenal huruf, tetapi juga
mendapatkan kecakapan hidup dari tutor keaksaraannya. Beberapa
pengetahuan keterampilan dasar dan tambahan pengetahuan tentang usaha
baik berupa manajemen, proses produksi dan pemasaran diberikan kepada
warga belajar disesuaikan dengan potensi masing-masing kelompok.
Strategi ini berguna untuk menghindari kejenuhan belajar.
Life Skills berdasarkan konsep yang digunakan WHO (1997),
merupakan kemampuan berperilaku adaptif dan positif yang menjadikan
seseorang mampu menguasai secara efektif kebutuhan dan tantangan hidup
sehari-hari. Konsep life skills diadopsi dalam bahasa Indonesia
sebagai ‘kecakapan hidup’. Kecakapan hidup adalah kecakapan yang
dimiliki seseorang untuk mau dan berani meghadapi problema hidup dan
kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif
dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu
mengatasinya. Kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk
bekerja, apalagi sekedar ketrampilan manual. Orang yang tidak bekerja,
misalnya ibu rumah tangga atau orang yang sudah pensiun pun tetap
memerlukan kecakapan hidup karena akan tetap menghadapi berbagai masalah
yang harus dipecahkan. Orang yang sedang menempuh pendidikan juga
memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu juga memiliki
permasalahan yang harus dipecahkan. Kecakapan hidup dapat dibedakan
menjadi lima, yaitu:
- Kecakapan mengenal diri (self awarness), yang juga sering disebut kemampuan personal (personal skill);
- Kecakapan berpikir rasional (thinking skill);
- Kecakapan sosial (social skill);
- Kecakapan akademik (academic skill), dan
- Kecakapan vokasional (vocational skill).
Daya Annisa merupakan salah satu lembaga yang memiliki fokus
kegiatan pada pemberdayaan masyarakat khususnya pelaku usaha mikro-kecil
yang meliputi penguatan ekonomi, sumber daya manusia, dan kapasitas
usaha. Kegiatan Lembaga Daya Annisa dalam pemberdayaan masyarakat
diantaranya adalah pendampingan melalui pendidikan dan latihan untuk
pengembangan usaha, keuangan mikro pola kelompok, pengembangan jaringan
usaha, kerjasama dengan Sub Direktorat Pendidikan Perempuan Direktorat
Pendidikan Masyarakat Dirjen PNFI Departemen Pendidikan Nasional:
pendidikan keluarga berwawasan gender (PKBG), program pemberdayaan
perempuan melalui pengembangan potensi lokal dan penerbitan koran Ibu.
Kegiatan–kegiatan yang telah dilakukan tersebut merupakan pengalaman
berharga bagi organisasi untuk lebih optimal melakukan upaya-upaya
pemberdayaan.
Penuntasan buta aksara di Indonesia pada umumnya dan di daerah-daerah
kantong buta aksara khususnya di pedesaaan diperlukan strategi
pengintegrasian dengan memadukan life skills dan penguatan
peran kelompok usaha. Meningkatkan mutu pembelajaran warga belajar perlu
dilandasi prinsip belajar untuk memahami sesuatu (learning to know), belajar untuk dapat mengerjakan sesuatu (learning to do), belajar menjadi diri sendiri/mandiri (learning to be), dan belajar untuk dapat hidup bersama masyarakat (learning to live together).
Categories:
Keaksaraan